“Aku, Layar, dan Fomototo: Sebuah Surat dari Orang yang Terlalu Lama Online”
“Aku, Layar, dan Fomototo: Sebuah Surat dari Orang yang Terlalu Lama Online”
Blog Article
Hari itu, hujan turun seperti notifikasi.
Bertubi-tubi.
Tanpa sempat kuproses artinya.
Aku duduk di kamar,
diapit laundry yang belum dilipat dan deadline yang tak kunjung kuhadapi.
Kopi instan mengendap,
headset menggantung tanpa suara.
Aku tak ingin membuka media sosial lagi.
Isinya sama: pencapaian orang lain,
dan pengingat bahwa aku masih di sini-sini saja.
Lalu aku menemukan satu kata yang asing,
muncul dari kolom komentar YouTube tengah malam:
“Mainin Fomototo deh. Tenang banget.”
Kuketik.
f-o-m-o-t-o-t-o.
Tak ada promosi.
Tak ada rayuan hadiah.
Hanya layar putih,
pola,
dan warna yang bisa kususun sesukaku.
Tak ada siapa-siapa di sana.
Dan untuk pertama kalinya,
itu terasa… lega.
Aku mulai menyusun seperti menyusun ulang hatiku.
Yang lama kubiarkan berserakan di antara ekspektasi dan realita.
Fomototo,
bukan tempat untuk kabur.
Tapi ruang untuk singgah,
tanpa ditanya mau ke mana.
Kini, tiap malam sebelum tidur,
aku tak lagi membuka obrolan yang tak akan dibalas.
Tak lagi mengulang scroll yang tak pernah memberi jawaban.
Aku hanya butuh fomototo.
Untuk diam.
Untuk pulih.
Untuk hadir.
Jika kau membaca ini,
dan hari ini terasa berat,
jangan buru-buru menyalahkan dirimu.
Mungkin kamu hanya terlalu penuh.
Dan butuh satu tempat sunyi…
yang bisa kamu bentuk sendiri.
Seperti warna-warna itu.
Di dalam Fomototo.
Catatan Penulis:
Puisi ini terinspirasi dari kegelisahan banyak anak muda Indonesia hari ini.